Pitutur Luhur
Beberapa waktu yang lalu teman saya kehilangan orang yang paling dicintai, Neneknya meninggal dunia karena sakit. Rasa sedih pastilah menginggapi sanubarinya, tetapi dengan tenang ia dapat mengontrol diri untuk tidak berlarut dalam kesedihan.
Ya, teman saya memang orang yang mempunyai prinsip kejawen yang kuat, tidak pernah saya melihatnya mengeluhkan bencana yang menghampiri keluarganya. Memang pengalaman hidup yang dihadapinya telah banyak mengajarkan arti "sumarah", atau berpasrah kepada yang Maha kuasa, Allah Azza Wa Jalla.
Dalam prinsipnya segala sesuatu yang ada di dunia ini sudah berpasang-pasangan, "Ala lan becik iku wis gandhengane, Kabeh kui saka kersaning Allah (Baik dan buruk itu sudah berpasangan, semua karena kehendak Allah)". Bila kita mencermati apa yang menjadi prinsipnya, terasa benar apa yang dikandung dalam prinsip ini, yaitu keharusan seseorang untuk menyadari bahwa nasib baik maupun buruk yang menimpa seseorang adalah kehendak dari Tuhan.
Setiap orang tidak akan mampu mengatur dan menentukan sendiri nasibnya. Bahkan seorang ahli nujum terhebat sekalipun hanya mampu meraba dan menebak tanpa pernah mampu memahami kepastian nasib orang yang sedang diramalnya.
Prinsip dalam filosofi jawa ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa, dalam kehidupan kita akan selalu mengalami dua kenyataan hidup, baik, buruk dan bahagia, duka cita. Tidak ada seorangpun dalam dunia ini ayang akan selalu merasa bahagia ataupun berduka selamanya, karena ketika kebaikan itu ada, keburukan pun ada bersamanya.
Nasib baik dan nasib buruk merupakan hal alamiah yang berada dalam kekuasaan Allah, hak prerogatifNya.Meskipun demikian prinsip ini tidak mengajarkan keputus asaan, tetapi mengajarkan bahwa tidak ada yang perlu disesali atas apapun yang menimpa, tugas kita hanya sumarah yaitu berusaha sebaik mungkin dan menyerahkan dengan segenap keyakinan kepada kehendakNya.
Dalam filosofi China yang diajarkan oleh I Ching dinyatakan, "Kekuatan Illahi sudah mulai bekerja, kekuatan besar yang tidak tertandingi. Berdayakan pula dirimu dan berkaryalah terus menerus".
Tetapi memang tidak mudah untuk menerapkan prinsip dan nilai nilai filosofi jawa ini, dibutuhkan banyak hal dan tantangan sebagai proses pencapaian kekuatan mental agar prinsip ini tertanam dalam sanubari dan secara otomatis melandasi setiap gerak langkah kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena itulah mencoba untuk tidak meratapi bencana atau keburukan yang terjadi dan berusaha berfikir positif mungkin jauh lebih baik sebagai awal penerapan prinsip jawa yang adiluhung ini.
Semoga kita menjadi bagian dari orang yang selalu berpasrah, la haula wala quwwata illa billah ...
No comments:
Post a Comment