Friday, 31 March 2017

PITUTUR LUHUR: KESENANGAN YANG MENUMBUHKAN IDE

Dari Buku Bo Wero, By Wandi S Brata.

Dalam hidup semua orang menginginkan untuk menjadi pemenang, tetapi hanya sebagian kecil orang yang memenuhi kriteria untuk menjadi pemenang itu. Sebagian BESAR yang lain lebih suka menutup jalan kemenangan mereka sendiri dengan mudah menyerah ketika berhadapan dengan situasi yang menantang, bagi kebanyakan orang virus malas adalah virus yang mudah menginfeksi, sehingga orang lebih sering lari dari kesulitan, tantangan hidup. Dan akhirnya hidup menjadi monoton, dangkal dan kita tidak dapat merasakan nikmatnya hasil perjuangan.
(Baca Juga: Filosofi jawa: Ajining Diri Gumantung Ono Ing Lathi)



Jika Anda penggemar berat Manchester United, mungkin akan selalu teringat dengan Final Liga Champions Eropa tahun 1998/1999. Mungkin ada sebagian orang beranggapan itu adalah suatu keberuntungan belaka, setelah tertinggal 1 - 0 dari Bayern Munchen, secara mengejutkan pada masa injury time, Setan Merah mampu membalikkan skor menjadi 2 -1 melalui Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solkjaer. Mungkin banyak orang yang hanya melihat terjadinya gol, tetapi tidak pernah melihat proses bagaimana sampai mereka bisa membalikkan skor, dalam masa rehat babak pertama, para pemain MU mendapat tekanan dari sang pelatih saat itu (Alex Ferguson) yang terkenal raja tega kepada para pemainnya. Alhasil di babak ke 2 permainan MU jauh lebih baik dan lebih banyak menekan pertahanan lawan dan hasilnya mereka mampu mencetak 2 gol meskipun terjadi di penghujung laga, dan akhirnya mereka bersuka cita menikmati hasil perjuangan, menjadi juara Champions untuk kali pertama.

Pun demikian dengan apa yang terjadi pada Archimedes (287 - 212 SM), mungkin kita mengira bahwa Archimedes hanya beruntung mendapatkan pemecahan masalah ketika sedang berendam di kamar mandi. Kemudian dengan picik kita menyimpulkan bahwa Tuhan tidak adil, karena ada orang yang dalam waktu kesenangannya menemukan sesuatu yang besar, sedangkan kita berusaha setengah mati tidak pernah bisa menemukan hal yang besar, lalu kita menjadi mudah iri dan dengki terhadap orang lain.

Sebenarnya apa yang membedakan Archimedes dengan kita, sehingga waktu senggangnya begitu mencerahkan, sedangkan kita tidak?
Jawabannya karena sang ahli matematika abad 3 SM tersebut pandai memacari dewa dewi. Jika hanya dengan kemampuan manusia kita bisa memacari dewa dewi bagaimana jika mendapatkan tambahan kuasa Ilahi? bakal dahsyat.

(Baca Juga: Pitutur Luhur: Semua Karena Persepsi)

Kunci dari semua sebenarnya adalah Insight (wawasan), orang yang mempunyai Insight akan sering menanyakan akan segala sesuatu dan berusaha mencari jawaban atas apa yang menjadi kebingungannya. Untuk mendapatkan insight ini yang diperlukan adalah fermentasi.

Archimedes pada masa itu diminta oleh sang raja untuk mengecek apakah mahkota yang dia pesan dari seorang pembuat mahkota benar benar terbuat dari emas atau hanya tembaga yang dilapisi emas. Meskipun seorang ahli matematika terkemuka pada masa itu, mendapat tugas seperti itu membuat dirinya pusing. Bagaimana membuktikan jika mahkota itu terbuat dari emas asli, satu satunya jalan adalah dengan membelah mahkota itu, tetapi apabila mahkota itu di belah, maha karya besar sang pembuat akan sia sia.

Archimedes terus memeras otak hingga pada akhirnya dia menemukan cara ketika sedang mandi berendam di kamar mandi, dan sampai sekarang apa yang ditemukannya banyak dikenal dengan hukum Archimedes, dan kita ketahui bersama hukum itu masih berlaku dan diajarkan sampai sekarang. (Hukum itu mengenai terapung, melayang dan tenggelam) yang ia gunakan untuk membuktikan kebenaran mahkota emas.

Sesuatu yang sepele dan dialami juga oleh semua orang, tetapi seorang Archimedes bisa menemukan sesuatu yang bermanfaat, kunci dari semua itu adalah Fermentasi pikiran, sebelum menemukan jawaban itu archimedes telah memeras otak, mengendapkan dan mengambil sari kemudian di fermentasi. Ibarat anggur yang diperas, diambil sarinya kemudian di fermentasi dan akhirnya menjadi minuman yang enak.

Dalam hal ini Insight sangat berperan menjambatani yang konkret dengan yang abstrak serta yang terbatas dengan yang universal. Pikiran yang ia kembangkan dalam memecahkan masalah akhirnya menghasilkan rumus umum yang universal dapat digunakan untuk memecahkan banyak sekali permasalahan.

Jadi, hanya beruntungkah Archimedes?

Sekarang kita jadi tahu bahwa sang Dewi Fortuna akan menyambangi orang yang suka mencari. Bagi Archimedes semangat mencari dan bertanya itu menjadikannya orang yang mempunyai apa yang disebut Dogta Ignoratia, ketidak tahuan yang terdidik, dari ketidak tahuannya dia terus mencari dan akhirnya menemukan jawaban.

Kemudian karena mempunyai Dogta Ignoratia, maka waktu senggangnya menjadi kaya dan subur untuk tumbuh ide ide baru. jadi Dogta Ignoratia, Prospera Leisura. Orang yang mempunyai ketidak tahuan yang terdidik, menjadikan waktu luangnya, waktu yang sangat efektif untuk menumbuhkan ide ide briliant.

Hidup dalam kebebasan dan berusaha menjadi pemenang dengan mengembangkan sikap, tidak mudah menyerah dan banyak mencari, sehingga pikiran pikiran buntu sekalipun akan terendap dan terfermentasi sehingga bisa menumbuhkan ide ide baru untuk pemecahan permasalahan hidup.

Semoga Bermanfaat ....

Salam Sukses !!!





PITUTUR LUHUR: AJINING DIRI DUMUNUNG ONO ING LATHI, AJINING RAGA ANA ING BUSONO

Filosofi Jawa, Akhir akhir ini di Indonesia sedang ramai dibicarakan tentang kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok. Kasus ini bermula dari ucapan Ahok yang dianggap menyinggung umat Islam oleh sebagian umat Islam Jakarta. Sebenarnya hal semacam ini tidak perlu terjadi jika Ahok menerapkan falsafah jawa yang diterapkan oleh rekan sejawatnya, Presiden Jokowi.

Dalam ungkapan Jawa disebutkan " Ajining diri gumantung ono ing lathi, ajining raga ana ing busono". Peribahasa atau ungkapan ini mengandung maksud, nilai diri dari seseorang itu tergantung dari apa yang keluar dari mulut (omongan), dan nilai fisik tergantung pada pakaian yang dikenakan.

Peribahasa ini mengajarkan kita untuk selalu berhati hati dalam berbicara, pandai menjaga mulut atau ucapan, seperti tidak berbohong, tidak berkata kasar, tidak menghina dan tidak melukai perasaan orang lain. Hal ini penting karena dengan ucapan yang terjaga akan menimbulkan respek lawan bicara maupun kawan untuk lebih menghargai kita.

Akan berbeda jika kita tidak bisa menjaga mulut, sehingga setiap ucapan yang kita keluarkan selalu menyinggung dan menyakiti perasaan orang lain, maka martabat dan nilai kita pun akan terkikis dan akhirnya orang akan memberikan label yang rendah kepada diri kita.

Kemudian filosofi jawa selanjutnya, ajining rogo gumantung ono ing busono, berarti nilai fisik seseorang itu tergantung kepada apa yang dikenakannya (pakaiannya). Mungkin kita pun kadang menilai dan memberi persepsi kepada apa yang kita lihat, misalnya wanita yang mengenakan kerudung, persepsi kita akan mengatakan bahwa wanita itu alim dan sholehah, meskipun kenyataannya dia adalah wanita nakal, sebaliknya apabila kita melihat wanita dengan pakaian yang minim dan terbuka, persepsi kita akan mengatakan bahwa mungkin itu wanita nakal, meskipun pada kenyataannya dia wanita baik-baik.

Filosofi ini mengajarkan kepada kita untuk selalu menutup aurat sebagai penghormatan kepada diri sendiri dan kepada orang lain, sebagai contoh, ketika kita kedatangan tamu, maka ketika pakaian yang kita kenakan adalah pakaian yang tertutup dan rapi, tamu tersebut merasa dihormati dan akan menilai kita dengan harga yang tinggi. Akan berbeda apabila sebaliknya.

Filosofi Jawa ini saat ini sudah mulai luntur karena perkembangan jaman, budaya bebas dan gaul yang saat ini menjangkiti kawula muda, rasa malu sudah terkikis oleh keinginan untuk dilihat seksi dan gaul, akan tetapi masih banyak juga dari orang tua jawa yang memberikan batasan yang keras dalam hal perkataan dan cara berpakaian, dan biasanya orang orang yang mau melakukan dan menjalankan petuah luhur ini akan mempunyai nilai yang tinggi dalam masyarakat.

Semoga ada manfaatnya...