Wednesday 20 July 2016

FILOSOFI HIDUP: PELAJARAN DARI PUNTADEWA

Dari Bo Wero, by Wandi S Brata
diceritakan kembali oleh Raden Pancal Pamor



Bo Wero (jawa), berarti luas, lapang tanpa batas, hidup dengan kebebasan yang tanpa batas dan keluar sebagai pemenang, tujuan yang pantas bagi setiap orang. Akan tetapi kita cenderung memilih jalan kekalahan kita sendiri dengan selalu menginginkan, menikmati hal-hal yang serba instan, serba segera jika diibaratkan kita ingin memetik buah dari pohon yang baru saja kita tanam.

Baca Juga:Filosofi Wujud Fisik Ki Lurah Semar

Dalam banyak buku pewayangan diceritakan bahwa, dalam permainan dadu antara pandawa dan kurawa, atas bantuan dan kelicikan Mahapatih Sangkuni, Kurawa berhasil mengalahkan Pandawa sampai sampai seluruh harta kekayaan, negara bahkan istri Pandawa, Drupadi telah habis dipertaruhkan. Dan pada akhirnya dipermalukan oleh Kurawa, peristiwa inilah yang melatar belakangi terjadinya perang besar antar kuru, PERANG BARATAYUDHA.

Atas desakan para resi dan eyang Pandawa dan Kurawa, yaitu Bisma, maka dengan berat hati Duryudhana mengijinkan para Pandawa untuk mengasingkan diri, dengan cacatan selama 12 tahun tidak boleh ketahuan oleh Kurawa, apabila ketahuan maka Pandawa harus mengulangi lagi pengasingan mereka dari awal....

Maka mulailah para Pandawa didampingi Drupadi melakukan pengembaraan panjang di hutan Kamiyaka, hutan yang masih perawan dan belum terjamah oleh manusia.

Tanpa terasa para Pandawa sudah berjalan 2 hari 2 malam di dalam hutan Kamiyaka, rasa haus dan lapar mulai menyerang mereka.

"Sadewa, kita semua lapar dan haus", kata Puntadewa sulung pandawa kepada adiknya, "carilah air dan bawalah semampumu kesini!".

Tanpa menunggu waktu Sadewa menjelajah hutan dan akhirnya menemukan sebuah telaga dengan air yang sangat jernih, tanpa berfikir panjang dan didorong rasa ingin segera melepaskan rasa dahaganya dengan segera Sadewa berlari ke tepi telaga dan bermaksud hendak meminum air, tetapi tiba-tiba terdengar suara memperingatkan.

Baca Juga: Filosofi Jawa agar tetap Sabar

"Berhenti!!, ini telagaku, kamu boleh minum atau mandi disini jika kamu dapat menjawab pertanyaanku!!!"

Tanpa mempedulikan peringatan itu Sadewa segera menundukan kepala dan meminum air telaga itu. tiba-tiba dia tergeletak dan mati seketika.

Karena adik bungsunya tak juga kembali, Puntadewa menyuruh adiknya yang keempat, "Nakula, cari saudaramu dan bawalah air kesini!".

Nakula pun menemukan telaga itu, ia melihat saudara kembarnya tergeletak tak bernyawa ditepi telaga, air yang jernih menggodanya untuk melepaskan dahaga dulu baru kemudian mencari tahu penyebab kematian saudara kembarnya.

"Berhenti!!, ini telagaku, kamu boleh minum atau mandi disini jika kamu dapat menjawab pertanyaanku!!, kalau kau tak ingin senasib dengan orang itu!"

Nakula berfikir kalau hanya masalah menjawab pertanyaan dari orang tak terlihat dan bukan air beracun penyebab kematian saudaranya, untuk apa menghiraukannya. akhirnya Nakula meminum air telaga itu dan mati seketika....
Karena tak kunjung datang, Puntadewa menyuruh Permadi untuk menyusul kedua adiknya dan mengambil air. Seperti kedua adiknya Permadi segera bergegas dan menemukan telaga berair jernih itu, melihat kedua adiknya tergeletak tak bernyawa rasa sedih dan marah menghinggapi hatinya, tetapi melihat tidak ada tanda pertempuran dan banyaknya ikan beerenang di telaga membuat Permadi keheranan. Bukan karena air beracun, pikirnya, Permadi segera mengambil air dan ingin segera meminumnya, ketika suara itu terdengar lagi.


"Berhenti!!, ini telagaku, kamu boleh minum atau mandi disini jika kamu dapat menjawab pertanyaanku!!!, kalau kau tak ingin senasib dengan kedua orang itu, tahan dulu hausmu dan jawab pertanyaanku!"


Ini penyebabnya! Permadi yang terkenal karena kehebatan memanahnya segera membidik busurnya ke arah suara itu, tetapi kali ini busur panahnya hanya menembus angin.

"Panahmu tak akan bisa melukaiku, tak perlu kamu pamer kehebatan hanya untuk mengambil sesuatu yang bukan hakmu, bukan milikmu. Jawab pertanyaanku dan kamu bebas meneguk air itu sepuasmu. untuk apa pamer kehebatan jika kita dengan cara beradap kita bisa mempertukarkan milik kita? kamu butuh airku, aku butuh wawasanmu."

Karena didorong hari yang panas, Permadi bersiap siap melakukan serangan lagi, sebelumnya meneguk air barang seteguk dua teguk pasti akan meningkatkan kekuatanya, pikirnya. Tetapi baru saja air sampai di mulutnya, Permadi jatuh terjerembab dan tewas.

Lama menanti dan khawatir akan keselamatan adik-adiknya Puntadewa menyuruh adiknya yang berbadan paling besar dan kuat, Bima untuk mencari adik adiknya dan membawa air. Segera, Bima bergegas mencari adik adiknya dan sampai di tepi telaga. Melihat adik-adiknya tergeletak tak bernyawa, kemarahannya meledak, dengan suara yang menggelegar bagai petir dia melampiaskan amarahnya.

"Hai ! siapapun kau yang telah membunuh adik-adiku keluarlah, akan kuremukkan batok kepalamu!!"


Tak ada suara yang menyahut, kecuali gaung dari amarahnya. Tak ada tanda tanda pertempuran, ia menduga air beracunlah penyebab kematian adik-adiknya, tetapi di seberang telaga Bima melihat beberapa ekor burung bangau sedang asyik meminum air, dan di tengah telaga tampak ikan-ikan yang sedang sibuk mencari makan.

"Hmmm...bukan karena pertempura, bukan pula karena air yang beracun, baiklah sebaiknya aku minum dulu untuk melepaskan dahagaku..."

Bima segera menakupkan tangannya dan bermaksud akan meminum air, bersamaan dengan suara yang kembali terdengar.

"Berhenti!!, ini telagaku, kamu boleh minum atau mandi disini jika kamu dapat menjawab pertanyaanku!!!"kalau kau tak ingin senasib dengan ketiga orang itu, tahan dulu hausmu dan jawab pertanyaanku!"

"Jadi kaulah penyebab kematian adik adiku, tampakkan wujudmu akan ku remukkan tulang tulangmu!!"

"Tujuh kali kekuatanmu tak akan bisa menghapus kebenaran bahwa air itu milikku. segunung api amarahmu tak akan membakar habis keharusan kau meminta ijin untuk mengambil apa yang bukan hakmu!"

Karena didorong dengan rasa dahaga, tanpa memperdulikan suara itu Bima meminum air telaga dan tersungkur, mati...

Puntadewa menunggu adik adiknya dengan cemas, karena tidak segera kembali, Puntadewa berpamitan kepada Drupadi untuk mencari adik-adiknya. Sampailah Puntadewa di tepi telaga dnna melihat keempat adiknya tergeletak di tepi telaga, tak bernyawa.

Sesaat perasaan sedihnya mengalihkannya dari perasaan haus dan dahaga, sampai akhirnya Puntadewa tersadar karena pesona hewan-hewan yang hidup di telaga itu, dengan segera Puntadewa menakupkan air bermaksud untuk meminum air, dan suara itupun kembali terdengar.

"Berhenti!!, ini telagaku, kamu boleh minum atau mandi disini jika kamu dapat menjawab pertanyaanku!!!Lihat orang-orang itu, mereka mengabaikanku, mereka minum begitu saja miliku, akhirnya mereka mati karena keserakahan mereka sendiri. Kamu boleh minum sepuasnya hanya setelah menjawab pertanyaan dariku!"

"Rupanya inilah penyebab kematian adik-adiku." Pikir Puntadewa, sembari bangkit dan mengurungkan niatnya meminum air telaga. "Baiklah, katakan!"

Suara tanpa wujud itu kini menampakkan wujudnya, berdiri di hadapan Puntadewa, sosok Raksasa, penjaga telaga itu.

"Baiklah, yang pertama, apa yang tercepat di dunia ini yang lebih cepat daripada kelebat cahaya?"

"Kelebatan pikiran! Dalam detik yang sama aku bisa memikirkan negeri-negeri yang jauh yang hanya bisa ditempuh beberapa saat oleh kelebat cahaya."

"Apa yang bisa kita lakukan terhadapnya?"

"Karena kecepatannya, orang yang bisa mengendarai pikirannya akan bergerak lebih cepat dari pada kelebat cahaya, sedangkan orang yang dikendarai pikirannya akan menjadi budaknya, karena pikiran sebenarnya tidak mempunyai arah. Kusir yang bijaksana adalah kusir yang bisa mengendalikan pikiran dan menjadikan kendaraannya."

"Baiklah, pertanyaan kedua, apa yang kita miliki yang kalau hilang malah akan membuat kita kaya?"

"Keinginan, keinginanlah yang membuat kita miskin dan merasa selalu kekurangan, karena itu para bijak menasehati kita untuk bisa menundukkannya."

"Pertanyaan ketiga, dari yang kita miliki, apa yang pemeliharaan atasnya justru mengerdilkan kita, dan peniadaanya akan membawa kebesaran kita?"

"Ego, keakuan! semakin aku memperbesar egoku, semakin sempit dan kerdil aku, semakin aku melupakannya, semakin luas aku masuk dalam Kemahaluasan Kekuasaannya, ojo rumongso biso ning biso o rumongso."

"Melihat mayat-mayat bergelimpangan itu, apa yang menurutmu paling mengherankan?"

"Orang selalu berhadapan dengan kematian, tetapi selalu menganggap kematian dari orang/pihak lain, bukan sebagai kematiannya sendiri. Kita marah dan sedih karena keterikatan dengan orang yang sudah mati, tetapi tidak pernah menarik pelajaran dari kematian itu. Kematian adalah bayang-bayang yang selalu mengikuti kita, tetapi kita tak pernah menganggapnya sebagai bayang-bayang kita, sehingga mengenalnya pun enggan, apalagi belajar darinya."

"Baiklah, siapa Namamu?"

"Puntadewa, putra Pandu, keempat orang ini adalah adikku."

"Puntadewa, karena kamu sudah menjawab dengan tepat pertanyaanku, kamu boleh minum dan mandi sepuasnya di telagaku, anggap saja telaga ini milikmu."

Setelah minum dengan sepuasnya dan mengucapkan terimakasih, Puntadewa berusaha membujuk raksasa untuk memaafkan adik-adiknya dan menghidupkan kembali adik-adiknya.

"Nyawa manusia lebih berharga daripada seteguk air pelepas dahaga. Tidak sepantasnya nyawa adik-adiku melayang hanya karena kecerobohan minum air tanpa menghiraukan peringatanmu!"

"Bukan aku yang membunuh mereka. Ketika orang tidak menghormati hak sesamanya, sesungguhnya dia tidak menghargai dirinya sendiri. Dia telah merendahkan dirinya sendiri dengan sangat murah. Ia telah mati, ia telah membunuh dirinya sendiri, kalaupun masih hidup, dia telah kehilangan harkat kemanusiaannya."

"Tetapi, bukankah ada prinsip prioritas?diantara pilihan nyawa dan air, sekalipun air itu bukan miliknya, tetapi bagaimanapun nyawa lebih penting dari pada air."

"Prioritas? Siapa yang menentukan ukurannya Puntadewa? Hanya air katamu? bukankah karena air itu adik-adikmu menghiraukan keselamatan mereka karena menganggap air itu begitu penting? dengan kata lain mereka menghargai air lebih dari pada nyawa mereka sendiri, itu karena penalaran mereka, bagaimana dengan penalaranku? Prioritasku?"

"Baiklah, Raksasa, aku keliru. Maafkan atas kebodohanku. Tetapi aku telah menghiraukanmu, dan berhasil menjawab pertanyaanmu, itu tentu jauh lebih berharga dari air pelepas dahagaku!"

"Lebih berharga? Sekali lagi, siapa penenntunya? Tetapi memang betul walaupun bagiku jawabanmu tidak lebih berharga, sikap dan jawabanmu itu amat berharga dan menegaskan harkat dan martabatmu, karena itu kamu pantas mendapat imbalannya. tetapi aku tidak memiliki apa-apa selain air yang ada di telaga ini. Tetapi jika aku bisa membujuk para dewa dan karenanya mereka berkenan untuk menghidupkan adikmu, mana yang kau pilih untuk dihidupkan?"

"Adiku yang bungsu, Sadewo!"

"kenapa?"

"Kami berlima ini adalah putra Pandu, maka disebut Pandawa Lima. Tiga anak pertama lahir dati Ibu Kinthi dan dua anak lahir dari ibu Madrim. Ibu Madrim meninggal saat melahirkan saudara kembarku itu, Ibu Kunthi masih memiliki aku, maka sudah sepantasnya aku memilih saudaraku dari Ibu Madrim."

"Kenapa tidak kau pilih saudara sekandungmu?bagaimanapun Nakula dan Sadewo hanya saudara tirimu."

"Kandung atau bukan, kami sama sama putra Pandu yang seyogyanya saling mengasihi, untuk yang pertama atau kedua, itu hanya masalah urutan saja."

"Bukankan Bima dan Permadi lebih menguntungkanmu, karena ketangkasan dan kekuatan mereka akan banyak membantumu? bukankan Barath yudha adalah suatu takdir dan ketetapan?"

"Lebih untung? Apakah dalam perkara kematian masih layak untuk bicara untung dan kurang beruntung? Lagi pula jika kau menganggap ada yang lebih untung menurutku lebih untung jika aku yang mati dan keempat adiku hidup. Kau bilang Barata yudha adalah takdir, apa bedanya menghadapinya dengan Bima, Permadi, Nakula atau Sadewa? Konon ditakdirkan pula bahwa kebenaranlah yang akan menang. jadi aku merasa keputusanku tepat jika aku pilih putra Madrim. Bapa Pandu dan Ibu Madrim di alam baka pasti juga membenarkan keputusanku!"

"Anaku ngger, Puntadewa..."

Tiba tiba saja raksasa itu berubah menjadi kecil, menunjukkan wujud aslinya. Dengan perasaan haru Sang HyangYamadipati memeluk Puntadewa. Karena ketepatan pertimbangan-pertimbangan Puntadewa dalam menentukan keputusannya, bukan hanya satu orang adiknya yang dihidupkan kembali, tetapi keempat adiknya dihidupkan kembali. Aneh memang, dewa kematian itu menghidupkan kembali orang yang sudah mati hanya karena satu orang yang belajar dari kematian.

Paradoks yang sangat luar biasa, hidup lebih hidup karena dialog dengan Sang kematian, Hidup lebih berisi dengan cara mengosongkan dan mengisi justru mengosongkan.

Demikianlah banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita diatas, semua hal yang ada, meskipun bebas, tidak serta merta kita bebas untuk mengambilnya...

Kesabaran dan kebijaksanaan jauh lebih berharga dari pada kekuatan yang tak terkalahkan...
Hidup dan mati adalah ketetapan, hanya orang yang berserah yang akan mendapatkan hakikat dari perjalanan kehidupan...

Bo Wero, hidup dalam ruang kebebasan tak terbatas, dan menjadi pemenang, hal itu bisa didapat dari mengambil pilihan-pilihan yang sepertinya mengosongkan padahal kekosongan itu justru mengisi dengan penuh....

Semoga kita selalu dalam keberkahan....
Semoga bermanfaat ....
Salam Sukses !!!!



No comments:

Post a Comment