Thursday 19 October 2017

PITUTUR LUHUR: Diskontinuitas (Tips Mbeling)


Kunci Sukses

Bo Wero, luas tanpa batasan. Menjadi pemenang dengan ruang kebebasan yang tanpa batas adalah keinginan setiap orang. Tetapi anehnya kita selalu menutup diri dari hal hal baru, selalu terpaku pada pola lama dan tidak mau mengupgrade pikiran kita, agar pikiran dan tindakan kita sejalan dengan perubahan yang sangat cepat terjadi.

Baca Juga: OUT OF BOX (Cara Pandang Untuk Sukses)

Ketika perubahan-perubahan yang perlahan tidak pernah kita perhatikan, ada bahaya besar yang mengancam kita karena terlena dalam kebiasaan-kebiasaan lama, karena setelah akumulasi perubahan itu menjadi signifikan, kita akan terhenyak, terkaget dan gagap bahkan bisa terlibas olehnya.

Sebagai gambaran, dulu dalam sebuah perusahaan percetakan, mesin ketik adalah alat yang paling penting. Karena setiap orang yang bekerja dalam perusahaan itu pastilah menggunakannya. Sehingga pada waktu itu seorang tukang membersihkan mesin ketik merupakan pekerjaan yang sangat vital karena kontribusinya yang tinggi.

Sekarang, dunia sudah banyak berubah, di zaman yang serba komputerisasi ini, mesin ketik sudah banyak ditinggalkan, meskipun masih digunakan dengan persentase yang sangat minimal. Dengan biaya yang lebih murah dan hasil yang lebih baik dan lebih cepat, maka komputer telah menggantikan secara massal mesin-mesin ketik dalam perusahaan. Sehingga seorang tukang membersihkan mesin ketik secara otomatis tidak begitu diperlukan lagi. Jikapun dia masih membersihkan mesin ketik, itu adalah kegiatan yang mubadzir.

Seorang tukang membersihkan mesin ketik harus mulai membekali diri dengan kemampuan dan pengetahuan membersihkan keyboard atau perangkat keras komputer, agar tidak pekerjaannya tidak menjadi usang dan mem-fosil. Jika tidak, misal pun dia tidak dipecat dari perusahaan dan masih tetap mendapatkan gaji maka gaji yang dia dapat bukanlah penghargaan real dari hasil kerjanya, mungkin bisa dibilang hal itu karena perusahaan "kasihan" dengan yang bersangkutan. Dan hidup dalam belas kasihan orang lain bukanlah hidup seorang pemenang.

Mungkin pernah Anda berfikiran, apalah guna kita meningkatkan kinerja kita, toh perusahaan belum tentu memberikan penghargaan atas peningkatan kinerja kita? dengan pekerjaan yang seperti biasanya, kita tetap mendapatkan gaji, tunjangan dan uang pensiun (mungkin). Padahal dalam jaman dengan perubahan yang sangat cepat ini, peningkatan kerja dan kemampuan serta pengetahuan yang baru sangat mutlak diperlukan agar nantinya kita tidak menjadi orang yang "kadaluwarsa" dan menjadi parasit bagi perusahaan atau orang lain, karena bukan kontribusi yang kita berikan tetapi beban untuk membayar kita.

Yakinlah dengan peningkatan yang kita lakukan, meskipun bukan perusahaan yang memberikan "reward", mungkin akan datang dari tempat/orang yang lain pada akhirnya nanti.

Perubahan zaman yang sangat cepat ini menggambarkan "diskontinuitas", perkembangan jaman tidak selalu linear kontinu. Hal-hal tidak lagi dikembangkan untuk "menjadi lebih baik", tetapi "digantikan dengan yang lebih baik". Sebagai contoh dunia informasi, mesin ketik sudah sama sekali tidak digunakan, digantikan dengan komputer, betapapun mesin ketik dikembangkan dengan sedemikian rupa. Dengan komputer kecepatan informasi dan integrasi tulisan, gambar dan sistem pengiriman informasi dapat dilakukan dengan cepat. Contoh yang lain adalah dunia perbankan sekarang sudah emninggalkan sistem tatap muka dan telah diganti dengan ATM dan mobile/internet banking.

Dalam kontek seperti itulah dibutuhkan cara pikir baru, cara pandang baru, cara bertindak yang baru dalam menangani hal hal baru, bukan dengan aturan main yang baku, tetapi digantikan dengan yang baru. Salah satu kunci sukses dalam hal ini adalah "bukan sekedar menjadi lebih baik, tetapi menjadi lain". Menjadi lebih baik" itu hanya sekedar memperbaiki cara tetapi masih berpijak pada paradigma lama, sedangkan "menjadi lain", berarti memakai paradigma baru dengan menyesuaikan cara bertindak sesuai dengan tuntutan yang baru itu.

Bo Wero, kunci sukses dimulai dari dalam diri dengan terus menerus memberdayakan diri, agar peka melihat gejala-gejala perubahan, dan siap menangkap peluang yang tercipta olehnya. Hidup penuh kelapangan dan kebebasan dan keluar sebagai pemenang !!!

Salam Sukses

Tuesday 17 October 2017

Pitutur Luhur: Wejangan dalam Penggambaran Wujud Semar


Pitutur Luhur Ki Lurah Semar
Dalam pewayangan jawa terdapat tokoh wayang yang sangat berpengaruh, tetapi tidak ditemukan dalam kitab wira carita Mahabharata maupun Ramayana, tokoh itu adalah Ki Lurah Bodronoyo atau biasa disebut Ki Lurah Semar. Tokoh ciptaan Sunan Kalijaga ini adalah orang tua dari Panakawan Gareng, Petruk dan Bagong yang menjadi "pamomong" atau pengasuh kesatria Pandawa (utamanya Arjuna/Permadi).

Semar digambarkan secara fisik sebagai orang tua dengan bentuk badan yang bulat, yang mempunyai maksud penggambaran bumi yang merupakan orang tua, tempat mengayom dan tinggalnya umat manusia. Dalam filosofi, penggambaran Semar menyatakan pertentangan yang menjadi satu, sebagai gambaran dalam kehidupan nyata, bahwa segala sesuatu diciptakan berpasang-pasangan. Penggambaran Semar antara lain:

Meskipun mempunyai wajah yang tua renta, tetapi Semar digambarkan mempunyai potongan rambut seperti anak kecil dan selalu memakai "ketu", penutup kepala anak bayi/balita, hal ini menunjukkan bahwa di dalam dunia ini terdapat kehidupan yang dimulai dari anak kecil sampai tua renta.

Ki lurah Bodronoyo adalah seorang laki-laki tetapi mempunyai payudara (pentil), yang menggambarkan bahwa kehidupan di bumi terdiri dari lanang (laki-laki) dan wadon (perempuan).

Semar mempunyai mata yang sembab tetapi wajahnya selalu tersenyum, menunjukkan bahwa dalam kehidupan kesedihan dan kesenangan adalah hal yang niscaya, dan berpasangan (isining ndonya iku kesenengan lan kesusahan/isinya dunia itu senang dan susah). Karenanya penggambaran ini memberikan nasehat untuk tidak berlebihan dalam kebahagiaan ataupun kesedihan, karena kebahagiaan akan datang silih berganti mengiringi perjalanan hidup manusia.

Semar sejatinya berdiri, tetapi dalam gambarannya seperti orang yang jongkok, menggambarkan kawula (bawahan) dan ndara (atasan) bahwa ketika kita mendapatkan kedudukan di dunia ini, kita harus tetap merendah dan tidak sewenang-wenang kepada kawula, karena kedudukan setiap saat bisa berubah, tergantung yang berwenang mengatur kehidupan (Allah SWT).

Tangan kanan Kyai Semar selalu disembunyikan dibalik badannya, mengandung filosofi agar kita selalu menyembunyikan kebaikan dan kelebihan yang dimiliki, andhap asor (rendah hati).

Kyai Lurah Semar sejatinya adalah seorang dewa yang menjelma dalam wujud manusia, hal ini menunjukkan bahwa dalam hidup, sifat kedewaan dan sifat manusia itu satu dan tidak dapat dipisahkan.

Meskipun hanya sebagai seorang kawula yang bertugas mengasuh Pandawa, tetapi Ki Lurah Semar dikenal sebagai orang tua yang penuh kebijaksanaan, setiap kata dan perumpamaannya adalah wejangan (nasehat), Ki Lurah Semar juga mempunyai kelebihan dalam meramalkan hal yang akan terjadi. Karena itulah apa yang dinasehatkan oleh Semar selalu diterima dengan baik, bahkan tidak pernah dibantah oleh raja sekalipun. Dalam banyak lakon wayang, Bathara Krisna yang merupakan jelmaan Wisnu, sering meminta nasehat kepada Semar dan tidak pernah membantah Semar.

Itulah penggambaran Ki Lurah Badranaya, penggambarannya akan terus mengikuti perkembangan jaman dan tidak lekang oleh waktu. Ada bayak sekali petuah dan nasehat dalam menjalani kehidupan, nasehat-nasehat ini banyak dipakai sebagai batasan dan acuan dasar orang jawa dalam bertindak dan menjalani kehidupan ini, karena dengan menjalankan apa yang menjadi petuah Ki Lurah Badranaya, kehidupan seseorang akan Ayem, tentrem dan mukti (sukses).



PITUTUR LUHUR: Filosofi Jawa Ala lan Becik Iku Gandhengane (Baik dan Buruk itu saling berpasangan)


Pitutur Luhur
Beberapa waktu yang lalu teman saya kehilangan orang yang paling dicintai, Neneknya meninggal dunia karena sakit. Rasa sedih pastilah menginggapi sanubarinya, tetapi dengan tenang ia dapat mengontrol diri untuk tidak berlarut dalam kesedihan.

Ya, teman saya memang orang yang mempunyai prinsip kejawen yang kuat, tidak pernah saya melihatnya mengeluhkan bencana yang menghampiri keluarganya. Memang pengalaman hidup yang dihadapinya telah banyak mengajarkan arti "sumarah", atau berpasrah kepada yang Maha kuasa, Allah Azza Wa Jalla.

Dalam prinsipnya segala sesuatu yang ada di dunia ini sudah berpasang-pasangan, "Ala lan becik iku wis gandhengane, Kabeh kui saka kersaning Allah (Baik dan buruk itu sudah berpasangan, semua karena kehendak Allah)". Bila kita mencermati apa yang menjadi prinsipnya, terasa benar apa yang dikandung dalam prinsip ini, yaitu keharusan seseorang untuk menyadari bahwa nasib baik maupun buruk yang menimpa seseorang adalah kehendak dari Tuhan.

Setiap orang tidak akan mampu mengatur dan menentukan sendiri nasibnya. Bahkan seorang ahli nujum terhebat sekalipun hanya mampu meraba dan menebak tanpa pernah mampu memahami kepastian nasib orang yang sedang diramalnya.

Prinsip dalam filosofi jawa ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa, dalam kehidupan kita akan selalu mengalami dua kenyataan hidup, baik, buruk dan bahagia, duka cita. Tidak ada seorangpun dalam dunia ini ayang akan selalu merasa bahagia ataupun berduka selamanya, karena ketika kebaikan itu ada, keburukan pun ada bersamanya.

Nasib baik dan nasib buruk merupakan hal alamiah yang berada dalam kekuasaan Allah, hak prerogatifNya.Meskipun demikian prinsip ini tidak mengajarkan keputus asaan, tetapi mengajarkan bahwa tidak ada yang perlu disesali atas apapun yang menimpa, tugas kita hanya sumarah yaitu berusaha sebaik mungkin dan menyerahkan dengan segenap keyakinan kepada kehendakNya.

Dalam filosofi China yang diajarkan oleh I Ching dinyatakan, "Kekuatan Illahi sudah mulai bekerja, kekuatan besar yang tidak tertandingi. Berdayakan pula dirimu dan berkaryalah terus menerus".

Tetapi memang tidak mudah untuk menerapkan prinsip dan nilai nilai filosofi jawa ini, dibutuhkan banyak hal dan tantangan sebagai proses pencapaian kekuatan mental agar prinsip ini tertanam dalam sanubari dan secara otomatis melandasi setiap gerak langkah kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena itulah mencoba untuk tidak meratapi bencana atau keburukan yang terjadi dan berusaha berfikir positif mungkin jauh lebih baik sebagai awal penerapan prinsip jawa yang adiluhung ini.

Semoga kita menjadi bagian dari orang yang selalu berpasrah, la haula wala quwwata illa billah ...